Mooramanna, Awal dan Akhir

Saya percaya bahwa segala bentuk keputusan yang kita buat adalah akumulasi dari segala bentuk asupan informasi yang kita lahap dari bertahun-tahun lalu. Entah itu itu asupan Visual, maupun literal. Saya ingat bahwa saya suka membaca dari semenjak saya pertama kali mengenal penyatuan huruf-huruf dalam bentuk tulisan, dan suka melihat film bergerak dari awal saya bisa mengingat. Dan salah satu fase yang paling saya ingat adalah ketika saya melahap novel-novel angkatan pujangga baru ketika SD-SMP. kebanyakan pemeran utama dari novel-novel yang saya baca tersebut menghabiskan masa muda mereka dengan merantau lalu kemudian pulang ke kampung halaman setelah bertahun-tahun kemudian dengan banyak cerita, dan juga bekal. Pun dengan film-film yang saya ingat adalah mereka yang pergi merantau dan di bagian-bagian akhir film kita bisa melihat di layar sebuah tulisan yang terbaca “5 tahun kemudian’ dan adegan pemeran utama yang membawa tas sambil disambut haru keluarga dan orang terkasih. Sepertinya, asupan-asupan visual dan literal yang saya habiskan di masa lalu menentukan keputusan langkah yang saya ambil di masa sekarang. Dan salah satu keputusan yang saya buat setelah setahun berdiam diri di Indonesia sepulangnya dari bekerja di negeri Sakura adalah mengajukan Work and Holiday Visa ke Australia di akhir 2016.

05040025

Saya menginjakan kaki di Australia pada tanggal 13 april tahun lalu di kota Melbourne , dan berlanjut dengan segala ceritanya ke kota Brisbane dan lalu berpindah lagi ke sebuah kota kecil tempat saya tinggal, bernama St. George karena pekerjaan yang saya dapat dari sebuah agent di kota tersebut.

Jika mayoritas dari kawan-kawan pejuang WHV menghabiskan setahun visa mereka dengan bekerja dan berpindah dari satu kota ke kota lainnya dengan roadtrip, saya lebih memilih untuk menetap bekerja di kota ini lebih lama. saya menghabiskan setahun di kota St. George hanya di satu perusahaan pertanian dan peternakan sebagia Farmhand dan juga Feedlot Operation Personel . Sepertinya masing-masing orang memang punya alasan masing- masing untuk menghabiskan satu tahun mereka di negeri Kangguru.

 

050500010499000404990016

04980025Jujur saja, walaupun saya tinggal jauh dari peradaban, harus menyetir mobil sejauh 45km hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari di sebuah kota yang tidak lebih besar dari stadion bola, harus mengganti ban mobil dengan ban Off Road ketika curah hujan yang turun lebih dari 50mm  karena dari rumah yang disediakan perusahaan menuju jalan raya saya harus melewati jalan tanah yang berubah menjadi jalan lumpur, tetap saja, i had such a great year setahun belakangan. Saya begitu menikmati hari-hari saya sebagai petani, dan stockman, telinga yang dibiasakan mendengarkan musik Country yang diperdengarkan oleh rekan kerja yang kesemuanya orang lokal baik di mobil dinas maupun di dalam traktor, serta tinggal di sebuah rumah kebun yang tidak bertetangga ( tetangga terdekat jaraknya sekitar 15km, yaitu rumah manajer saya), serta hidup hampir tanpa sinyal telepon.  Jadi, saya jadi sedikit skeptis ketika ada teman di media sosial yang mengunggah status dan mengatakan “i’d like to live in the middle of nowhere” , i’ve been there mate :D.  Beberapa bulan sebelum berakhirnya visa saya,  owner perusahaan  mengatakan ingin mensponsori saya dan mulai mengurus dokumen sponsorship untuk saya agar saya bisa bekerja disana lebih lama. Tapi akhirnya pada awal bulan maret, saya mendengar kabar bahwa perusahaan tidak bisa menberikan saya sponsor untuk visa 457 karena saya tidak memiliki certificate of Agriculture, sebagai salah satu syarat menjadi kandidat penerima visa tersebut. Mau tidak mau saya harus mulai memikirkan rencan lain yang setelah masa WHV.

Salah satu hal yang membuat saya merasa nyaman adalah ketika perusahaan memberikan apresiasi yang cukup besar kepada saya, dan mengatakan jika saya berfikiran untuk melanjutkan study untuk mendapatkan Certificate tersebut, di masa depan pintu mereka akan selalu terbuka untuk saya jika saya ingin kembali bekerja di sana. Dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali pulang ke Indonesia sambil menyusun rencana selanjutnya.

IMG_7345IMG_7346

“1 Tahun Kemudian”

WHV Berakhir, dan cerita-cerita setahun kemarin sudah saya simpan di roll-roll film yang sebagian besar sudah saya cuci dan simpan di perangkat digital. Saya sempat sedikit bimbang untuk langkah selanjutnya. Namun satu langkah yang pasti saya ambil adalah mengajukan visa Pelajar ke Australia. Bukan saya tidak ingin menetap di kampung halaman, tapi lebih karena saya ingi lebih mematangkan diri sebelum akhirnya bisa menetap di satu tempat yang saya sebut rumah, dan beberapa tahun extra di negeri kangguru sepertinya menjadi satu opsi terbaik untuk saya. 13 April 2017 Saya turun di Bandara Ngurah Rai Bali dan dijemput oleh satu-satunya adik kandung saya. Lalu melanjutkan perjalanan pulang ke ujung utara pulau dewata. Sembari menunggu, ada baiknya saya menoleh ke belakang dan kembali melihat sekilas apa-apa yang sudah saya rekam melalui tustel tua yang selalu saya bawa.

04880009048800110488001204880022048800240488002704880031

0503002104970028049800340498003004980028049900290499002404970011049700130497000704970008049700040498001404980016049700260497001004970009050300010503000504950029049500270495001004950021049500170495001604950008IMG_5287IMG_5285IMG_5286IMG_5278IMG_5271IMG_5321IMG_532001090010IMG_4448

 

Tulisan-tulisan lain dari alumni WHV juga bisa dibaca di blognya

Efi Yanuar

-Hilal

Bernadetta

Vania

Rhein

-Felita Mori

Irene

Tanza

8 thoughts on “Mooramanna, Awal dan Akhir

Leave a reply to Hilal Cancel reply